Pagi itu gua masih tidur. Capek setelah kemarin baru pulang dari X2 dan gua rasa sangat layak sekali badan gua mendapat hadiah bangun siang apalagi di hari libur kayak sekarang ini, tapi lalu gua melihat nyokap gua masuk kamar dengan baju rapi. PAgi-pagi gini mau pergi, feeling gua mendadak nggak enak.
"Kak, mamanya enong meninggal!" perkataan mama langsung membangunkan gua dan melupakan ngantuk gua.
Enong itu adalah sahabat gua waktu kecil. Rumah kita berdekatan dan kita satu TK. Waktu dulu, nggak ada sehari pun yang gua lewatkan tanpa ada cerita tentang Enong, mulai dari main sega bareng (dulu 'kan yang lagi booming Sega), main rumah-rumahan bareng, sampai ke mall bareng (tentunya dengan BO). Semua hal selalu gua bagi dengan Enong, mulai dari apa yang gua rasain waktu itu sampai permen sekali pun selalu gua bagi dengan Enong.
Tapi lalu gua harus pindah ke BAtam dan artinya gua lost contact sama Enong. Selama 2 tahun gua dan Enong nggak pernah berkomunikasi, sampai akhirnya gua ada di Bandung lagi, menempati rumah yang sama seperti dulu, rumah yang dekat dengan rumahnya Enong.
Kita akhirnya kembali berteman, kembali bersahabat, kembali melewatkan banyak hal dan banyak waktu bersama-sama tapi seiring dengan waktu, perbedaan kami terasa semakin jauh sampai akhirnya... kita tak lagi bersahabat.
Gua masih menganggapnya sahabat karena gua selalu percaya meski kita tidak pernah lagi menghabiskan waktu bersama, tapi tidak akan pernah ada istilah mantan sahabat. Lalu semakin kami beranjak dewasa, kami semakin jauh hingga akhirnya kami tidak pernah bertemu.
Kabar terakhir yang gua dengar adalah mamanya Enong sakit Liver dan sempat masuk rumah sakit dan gua memang udah ada niatan untuk menengok hanya saja tidak pernah ada waktu. Tidak pernah ada waktu karena gua terlalu sibuk dengan urusan dan kehidupan gua sendiri. Tidak pernah ada waktu karena gua terlalu egois untuk memikirkan teman lama yang terlupakan.
Sampai pada hari itu, hari dimana mamanya Enong meninggal. Itulah pertemuan pertama kami setelah bertahun-tahun kami tidak pernah bertemu.
"Maafin mama ya, Pie!" Enong masih memanggilku dengan panggilan 'oppie' (panggilan gua di keluarga dan orang dekat).
GUa mengangguk, sempat bingung harus melakukan apa sampai akhirnya gua hanya diam dan lalu memeluknya dalam-dalam. Gua tahu mungkin pelukan gua ini tidak berarti apa-apa selain tanda belasungkawa tapi gua cuma pengen Enong tahu kalo dia bisa membagi semuanya dengan gua, kalo pelukan gua berarti gua membuka diri untuknya kapan pun dia mau.
Gua lalu mengantar jenazah ke kuburan, satu hal yang jarang sekali gua lakukan karena gua benci sekali dengan kuburan. Gua benci perpisahan dan kuburan mengingatkan gua tentang kebencian itu, kuburan selalu membuat gua pengen menangis tapi kali ini gua melawan semua itu dan memaksakan diri gua untuk datang ke kuburan.
Tepat ketika jenazah mamanya Enong sudah tertimbun oleh tanah, tangisan Enong semakin menjadi dan dia sempat memanggil-manggil 'mama' berkali-kali sampai akhirnya Eneng, kakaknya memeluknya.
Di situ tangis yang sempat tertahan akhirnya pecah gua. BUkan..., kali ini gua nggak lagi menangisi kematian mamanya Enong tapi lebih kepada gua menyesali diri gua.
Gua menyesal karena gua nggak pernah lagi bisa menjadi sahabat yang cukup baik buat Enong
Gua menyesal karena setelah sekian lama gua dan Enong berpisah, gua harus bertemu dalam keadaan seperti ini
Gua menyesal karena gua tidak pernah memaksakan diri gua sebentar pun cuma untuk mengunjungi rumahnya Enong
Dan Nong..., kalo seandainya kamu baca posting ini, gua cuma mau bilang: Kalo sampai kapan pun Enong adalah sahabat gua KAlo gua bakalan membuka diri gua untuk kamu kapan pun kamu membutuhkan Kalo gua bakalan selalu ada untuk Enong KAlo gua sangat berharap mendapat satu lagi kesempatan untuk memperbaiki hubungan persahabatan kita
Turut berduka cita ya, Nong! |
Turut berduka cita jg buat Enong ya, Sen!
Di saat spt itu, sahabat lo itu emang butuh bgt elo di sampingnya.
Semoga dia bisa tegar menghadapi semuanya.
Amieeennn...